Langsung ke konten utama

PERKAWINAN CAMPUR



 

Perkawinan campur adalah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena terdapat perbedaaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia (Pasal 57 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan)
Dalam hal perkawinan campur tersebut dilangsungkan di wilayah negarara RI maka perkawinan campur tersebut harus dilakukan menurut UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974. Kedua pihak juga harus memenuhi syarat-syarat perkawinan yang berlaku bagi masing-masing pihak. Terpenuhinya syarat-syarat perkawinan dapat di buktikan dengan adanya surat keterangan dari petugas pencatat perkawinan ataupun keputusan pengganti keterangan dari pengadilan.
Pencatatan perkawinan tersebut diatas dilakukan untuk memperoleh kutipan Akta Perkawinan , bagi yang beragama Islam pencatatan dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah atau Pembantu Pegawai Pencatat Nikah Talak Cerai Rujuk sedangkan bagi yang beragama Non Islam pencatatan dilakukan oleh Pegawai Kantor Catatan Sipil.
Kutipan Akta Perkawinan selanjutnya dilegalisisir oleh Departemen Hukum dan HAM dan Departemen Luar Negeri, serta didaftarkan di Kedutaan negara asal suami/ istri (WNA). Hal-hal tersebut dilakukan agar perkawinan yang dilangsungkan sah dan diterima baik secara hukum di Indonesia dan negara asal suami /istri (sah dam diterima secara Internasional).  Untuk mendapatkan pengakuan hukum di Indonesia terhadap perkawinan yang dilakukan di wilayah negara RI maka perkawinan tersebut harus didaftarkan paling lambat 1 (satu) tahun setelah perkawinan berlangsung.


Sumber :
1.       UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
2.       PP No.9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan;
3.       Foto dari mirifica.net

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERUBAHAN GUGATAN PERDATA SERTA CONTOH PERMOHONAN PERUBAHAN GUGATAN

Perubahan dan/atau penambahan gugatan diperkenankan, asal diajukan pada hari sidang pertama dimana para pihak hadir, tetapi hal tersebut harus ditanyakan pada pihak lawannya guna pembelaan kepentingannya., apabila diajukan sebelum tergugat mengajukan jawaban dan apabila sudah ada jawaban tergugat, maka perubahan tersebut harus dengan persetujuan tergugat Perubahan dan/atau penambahan gugatan tidak boleh sedemikian rupa, sehingga dasar pokok gugatan menjadi lain dari materi yang menjadi sebab perkara antara kedua belah pihak tersebut. Dalam hal demikian, maka surat gugat harus dicabut.  Lihat Pasal 127 Rv dan : Putusan MA-RI No. 434.K/Sip/1970, tanggal 11 Maret 1971 : Perubahan gugatan dapat dikabulkan asalkan tidak melampaui batas-batas materi pokok yang dapat menimbulkan kerugian pada Hak Pembelaan para Tergugat; Putusan MA-RI No.1043.K/Sip/1973, tanggal 13 Desember 1974 dan No. 823.K/Sip/1973, tanggal 29 Januari 1976 : Yurisprudensi mengizinkan perubahan atau tamb

PHI PN & Contoh Gugatan PHI

Pengadilan Hubungan Industrial Pengadilan Hubungan Industrial m erupakan penyelesaian perselisihan melalui pengadilan yang memakai hukum acara perdata. Pengadilan hubungan industrial merupakan pengadilan khusus yang dibentuk dilingkungan peradilan negeri (Psl.55 UU No.2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial). PHI bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus: Tingkat pertama mengenai perselisihan hak; Tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan; Tingkat pertama mengenai perselisihan PHK; Tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan. Dalam proses beracara di Pengadilan Hubungan Idustrial UU PPHI Pasal 58 menyatakan bahwa para pihak tidak dikenakan biaya sepanjang nilai gugatan di bawah Rp.150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah). Tata Cara Pengajuan Gugatan di PHI PN Proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui PHI PN dilakukan oleh para pihak setelah

PENUTUPAN PERUSAHAAN (LOCK OUT)

Tindakan penutupan perusahaan (Lock Out) merupakan hak dasar pengusaha untuk menolak pekerja/buruh sebagain atau seluruhnya menjalankan pekerjaan sebagai akibat gagalnya suatu perundingan. Pengusaha tidak dibenarkan melakukan penutupan perusahaan (Lock Out) sebagai tindakan balasan terhadap suatu pemogokan yang menuntut hak-hak normative (kewajiban sebagaimana dimaksud dan/atau ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan) lihat Pasal 146 UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan . Tindakan penutupan perusahaan juga tidak diperbolehkan khususnya bagi perusahaan-perusahaan yang melayani kepentingan umum serta tempat-tempat yang dapat membahayakan keselamatan jiwa manusia. UU memerintahkan instansi pemerintah yang bertanggung jawab membantu kedua belah pihak untuk menyelesaikan perselisihan dan jika kedua belah pihak yang bersangkutan tidak mencapai kesepakatan maka tindakan penutupan per