Langsung ke konten utama

Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal

      Pertimbangan utama bagi investor melakukan investasi adalah adanya jamninan hukum penyelesaian sengketa penanaman modal, adanya cara penyelesaian sengketa melalui arbitrase luar negeri merupakan pilihan para investor dengan pertimbangan bahwa para investor khususnya asing tidak mengenal atau memahami sistem hukum di Negara tempat ia melakukan investasi. 
(Tineke Louise Tuegeh Longdong)

Di Indonesia sendiri penyelesaian sengketa penanaman modal di atur di dalam UU No.25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. 
Pasal 32 UUPM mengatur sebagai berikut :
(1) Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan penanam modal, para pihak terlebih dahulu menyelesaikan sengketa tersebut melalui musyawarah dan mufakat.
(2) Dalam hal penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, penyelesaian sengketa tersebut dapat dilakukan melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa atau pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)  Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan penanam modal dalam negeri, para pihak dapat menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase berdasarkan kesepakatan para pihak, dan jika penyelesaian sengketa melalui arbitrase tidak disepakati, penyelesaian sengketa tersebut akan dilakukan di pengadilan.
(4)  Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan penanam modal asing, para pihak akan menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase internasional yang harus disepakati oleh para pihak.

      Pemerintah Indonesia juga telah melakukan rativikasi terhadap Convention on the Settlement  of Investment Dispute between States and National of other States dengan UU No.5 Tahun 1968, dengan adanya rativikasi ini maka investor asing dapat terlindung dari resiko investasi termasuk dari resiko politik (seperti: pengambil alihan aset/nasionalisasi). Tindak lanjut dari konvensi ini adalah dibentuknya lembaga penyelesaian sengketa antara penanam modal dengan Negara penerima modal The International Cebter for the Settlement of Investmen Dispute (ICSID), akan tetapi yang perlu diingat juga bahwa Pasal 2 UU No.5 Tahun 1968 menyatakan “Pemerintah mempunyai wewenang untuk memberikan persetujuan bahwa sesuatu perselisihan tentang penanaman modal antara Republik Indonesia dan Warga Negara Asing diputuskan menurut konvensi dan untuk mewaikili Republik Indonesi dalam perselisihan tersebut dengan hak subtitusi” dengan demikian tidak berarti secara otomatis setiap sengketa harus di selesaikan di dewan arbitrase ICSID.
      
     Konvensi lain yang berkaitan dengan Arbitrase diatas adalah Konvensi New York 1958 konvensi ini diratifikasii oleh pemerintah RI dengan Keputusan Presiden RI No.34 Tahun 1981. Dalam Pasal III Konvensi New York 1958 disebutkan, tiap Negara peserta dari konvensi ini akan mengakui keputusan arbitrase luar negeri dan menggapnya sebagai mengikat serta melaksanakan keputusan arbitrase itu sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku di wilayah dimana keputusan itu diminta untuk dilaksanakan.
      Selain peraturan-peraturan tersebut diatas Pemerintah Indonesia juga menerbitkan Undang-Undang No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UUAAPS), hal ini dilakukan agar tidak ada lagi keraguan tentang pelaksanaan putusan dari lembaga arbitrase.
Pasal 66 UUAAPS mengatur sebagai berikut :
Putusan Arbirase Internasional hanya diakui serta dapat dilaksanakan di wilayah Hukum Republik Indonesia, apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a.    Putusan Arbitrase Internasional dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase di suatu negara yang dengan negara Indonesia terkait pada perjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral, mengenai pengakuan dan pelaksanaan Putusan Arbitrasi Internasional.
b.   Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dalam huruf a terbatas pada putusan yang menurut ketentuan hukum Indonesia termasuk dalam ruang lingkup hukum perdagangan.
c.   Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a hanya dapat dilaksanakan di Indonesia terbatas pada putusan yang tidak bertentangan dengan ketertiban umum.
d.  Putusan Arbitrase Internasional dapat dilaksanakan di Indonesia setelah memperoleh eksekuatur dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat; dan Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a yang menyangkut Negara Republik Indonesia sebagai salah satu pihak dalam sengketa, hanya dapat dilaksanakan setelah memperoleh eksekuatur dari Mahkamah Agung Republik Indonesia yang selanjutnya dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Sumber :
-      UU No.25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal;
-      UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UUAAPS);
-    UU No.5 Tahun 1968 Penyelesaian Perselisihan antara Negara dam Warga Negara Asing mengenai Penanaman Modal;
-       Kepres RI No. 34 Tahun 1981

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERUBAHAN GUGATAN PERDATA SERTA CONTOH PERMOHONAN PERUBAHAN GUGATAN

Perubahan dan/atau penambahan gugatan diperkenankan, asal diajukan pada hari sidang pertama dimana para pihak hadir, tetapi hal tersebut harus ditanyakan pada pihak lawannya guna pembelaan kepentingannya., apabila diajukan sebelum tergugat mengajukan jawaban dan apabila sudah ada jawaban tergugat, maka perubahan tersebut harus dengan persetujuan tergugat Perubahan dan/atau penambahan gugatan tidak boleh sedemikian rupa, sehingga dasar pokok gugatan menjadi lain dari materi yang menjadi sebab perkara antara kedua belah pihak tersebut. Dalam hal demikian, maka surat gugat harus dicabut.  Lihat Pasal 127 Rv dan : Putusan MA-RI No. 434.K/Sip/1970, tanggal 11 Maret 1971 : Perubahan gugatan dapat dikabulkan asalkan tidak melampaui batas-batas materi pokok yang dapat menimbulkan kerugian pada Hak Pembelaan para Tergugat; Putusan MA-RI No.1043.K/Sip/1973, tanggal 13 Desember 1974 dan No. 823.K/Sip/1973, tanggal 29 Januari 1976 : Yurisprudensi mengizinkan perubahan atau tamb

PHI PN & Contoh Gugatan PHI

Pengadilan Hubungan Industrial Pengadilan Hubungan Industrial m erupakan penyelesaian perselisihan melalui pengadilan yang memakai hukum acara perdata. Pengadilan hubungan industrial merupakan pengadilan khusus yang dibentuk dilingkungan peradilan negeri (Psl.55 UU No.2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial). PHI bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus: Tingkat pertama mengenai perselisihan hak; Tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan; Tingkat pertama mengenai perselisihan PHK; Tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan. Dalam proses beracara di Pengadilan Hubungan Idustrial UU PPHI Pasal 58 menyatakan bahwa para pihak tidak dikenakan biaya sepanjang nilai gugatan di bawah Rp.150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah). Tata Cara Pengajuan Gugatan di PHI PN Proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui PHI PN dilakukan oleh para pihak setelah

PENUTUPAN PERUSAHAAN (LOCK OUT)

Tindakan penutupan perusahaan (Lock Out) merupakan hak dasar pengusaha untuk menolak pekerja/buruh sebagain atau seluruhnya menjalankan pekerjaan sebagai akibat gagalnya suatu perundingan. Pengusaha tidak dibenarkan melakukan penutupan perusahaan (Lock Out) sebagai tindakan balasan terhadap suatu pemogokan yang menuntut hak-hak normative (kewajiban sebagaimana dimaksud dan/atau ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan) lihat Pasal 146 UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan . Tindakan penutupan perusahaan juga tidak diperbolehkan khususnya bagi perusahaan-perusahaan yang melayani kepentingan umum serta tempat-tempat yang dapat membahayakan keselamatan jiwa manusia. UU memerintahkan instansi pemerintah yang bertanggung jawab membantu kedua belah pihak untuk menyelesaikan perselisihan dan jika kedua belah pihak yang bersangkutan tidak mencapai kesepakatan maka tindakan penutupan per